Kamis, 26 November 2009

BERKURBAN SEBAGAI TANDA BERSYUKUR

BERKURBAN SEBAGAI TANDA BERSYUKUR
(sekilas pesan moral)
Oleh: Muzanni Lubis

Bismillahirrohmanirrohim
Dalam Situasi apa pun marilah kita senantiasa mengekspresikan rasa syukur kita kepada Allah Swt, atas segala anugerah dan karunia yang diberikannya kepada kita. Di antara anugerah tersebut adalah kesehatan dan kesempatan serta keimanan sehingga kita dapat memenuhi panggilan Allah Swt ini yaitu melaksanakan sholat Idul Adha.
Sholawat beriring salam kita hadiahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw yang telah berjuang mati-matian membela agama Allah, sehingga sampai kepada kita seperti saat sekarang ini. Maka pantaslah kita sampaikan sholawat kepada beliau dengan lafaz: “Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad” semoga kita mendapat syafaatnya kelak. Amin ya rabbal ‘alamin..
Selanjutnya, Khatib tidak lupa mengajak kita semua agar memperbaharui dan meningkatkan mutu dan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan jalan melaksanakan segala yang diperintahkannya dan meninggalkan semua yang dilarangnya.
Saudara-saudara Jama’ah Sholat ‘Idul Adha yang dirahmati Allah..
Untuk mengawali khutbah ini Khatib terlebih dahulu membacakan Firman Allah dalam alQur’an surat Al-kautsar (108) ayat:1 yang berbunyi:
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ إِنَّا
Artinya :”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak”
Ayat ini diawali dengan kata inna yang berarti sesungguhnya kami. Kata “sesunguhnya” biasa digunakan terhadap orang yang menolak atau mungkin meragukan berita yang hendak disampaikan itu. Kalimat selanjutnya adalah Kemudian apabila kita lihat lagi kalimat sesudahnya yaitu a’thoina yag berarti kami berikan/ anugerahkan kepadamu yaitu Al-Kautsar. Apakah itu Al-Kautsar? sebagian Ulama mengartikan al-Kautsar adalah sebuah telaga yang disiapkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman. Sementara sebagian ulama mengartikan Al-kautsar itu adalah “nikmat/kebaikan yang banyak” sesuai dengan asal kalimatnya yaitu katsuro menjadi kautsaro (Ismul mubalaghoh) timbangan af’ala
Di dalam ayat yang lain Allah menjelaskan nikmat yang banyak itu dengan sebuah perumpamaan yaitu jangankan untuk mengganti maupun membayar nikmat tersebut menghitungnya saja kita tak kan mampu. Begitulah sangkin banyaknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt kepada kita.
Kemudian kalau kita lihat kata yang digunakan adalah ‘a’thoina mengandung arti sesuatu yang terus menerus. Berarti nikmat yang banyak itu diberikan oleh Allah kepada kita secara terus menerus.
Kaum muslimin rahimakumulloh…
Khatib membagi nikmat itu kepada dua kategori:
1. nikmat yang berupa materil/ benda, seperti harta yang melimpah, uang yang banyak, mobil mewah dan rumah yang indah dll.

Kebanyakan manusia memandang nikmat itu hanya sekedar berupa benda seperti di atas, sehingga apabila ia tidak mendapat atau memiliki harta, uang, kendaraan dsb ia menganggap ia tidak mendapat nikmat dari Allah swt. Tentu ini sangat picik dan cenderung berpikir secara sempit dan primitive.

2. nikmat yang berupa non materil, sepeerti kesehatan, kesempatan, keimanan, dsb.

Betapa banyak orang yang rela habis-habisan demi kesehatan, akan tetapi Alhamdulillah kita tak perlu mengeluarkan apa-apa dikarenakan kita sehat, panca indera dan seluruh organ tubuh kita masih berfungsi. Mari kita renungkan kalau sekiranya Allah mencabut nikmat pendengaran kita, saya yakin kita akan rela menempuh usaha apa pun asal pendengaran kita pulih kembali walau pun itu akan menghabiskan harta benda yang kita miliki, begitu juga dengan pernafasan coba bayangkan kalau sekiranya Allah meminta bayar atas setiap udara yang kita hirup, berapa banyak yang harus kita bayar?? Tentu kita tak akan mampu. Maka dengan begitu kalau kita piker sejenak dan kita renungkan sesaat sungguh nyatalah bahwa nikmat yang ini jauh lebih mahal dari pada nikmat yang berupa materil. Oleh karenanya tidak ada lagi alasan kita mengatakan bahwa kita tidak mendapat apa-apa dari Allah Swt.

Kaum muslimin rahimakumulloh…
Sebagai orang yang menerima nikmat secara gratis lantas apa yang harus kita perbuat?? Jawabnya adalah tidak lain dari bersyukur, hanya bersyukurlah yang bisa kita lakukan, akan tetapi pada kenyataannya sungguh sangat sedikit orang yang bersyukur.
Apa itu bersykur? Dan bagaimana caranya??
Bersyukur bukanlah sekedar dimulut akan tetapi bersyukur haruslah dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan. Allah swt menjelaskan salah satu usaha untuk mensykuri nikmat yang tak terhingga itu adalah dengan mendirikan Sholat dan berkurban. Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya : Maka dirikanlah sholat karena tuhanmu dan berkurbanlah. (QS: Al-Kautsar (108) : 2
1. Sholat baik sholat yang wajib maupun sholat yang sunnat
Dalam hal ini sholat merupakan implementasi rasa syukur seseorang kepada Tuhannya, ungkapan rasa syukur seseorang itu dapat diukur melalui pelaksanaan sholat yang ia lakukan. Salah satunya adalah sholat di awal waktu. Akan tetapi ada juga ulama pengikut Ibn Abbas menafsirkan perintah sholli mengandung makna perintah untuk berdo’a danberibadah secara umum sebagaimana pengertiannya secara umum dengan alasan karena Allah selalu memerintahkan aqimus sholah untuk perintah sholat. Maka perintah sholli disini bukanlah hanya sekedar sholat melainkan juga ibadah-ibadah lain yang harus dilaksanakan dengan rasa ikhlas kepada Allah Swt.
2. Berkurban
Ibadah berkurban merupakan cerminan rasa syukur seseorang kepada tuhannya. Berkurban adalah memotong hewan kurban kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada pakir miskin. Ibadah berkurban secara sekilas sangat mudah dilakukan oleh orang-orang kaya dan sulit dilaksanakan oleh orang-orang miskin, akan tetapi pada kenyataannya tidak seperti itu, betapa banyak orang yang kaya tapi tak mampu berkurban, kita mampu membeli rumah dengan puluhan bahkan ratusan juta tapi tidak mampu (tepatnya tidak mau) melaksanakan kurban, berapa banyak orang yang mampu mengkredit kendaraan dengan ratusan ribu bahkan jutaan per bulannya akan tetapi tidak berkurban. Begitu juga sebaliknya, berapa banyak orang yang berpenghasilan biasa saja tapi mampu melaksanakan kurban. Maka dari itu jelaslah ternyata kita ini belumlah dapat dikatakan sebagai orang-orang yang bersyukur terhadap nikmat –nikamat Allah Swt. Sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini.

Paling tidak ada dua hal yang melandasi kenapa seseorang itu mampu berkurban, yaitu:
1. Keimanan, keimanan yang kita miliki akan sangat mempengaruhi pengamalan ibadah kita, begitu juga ibadah berkurban yang paling mempengaruhinya adalah kadar keimanan yang kita miliki. Keimanan yang kuat akan menimbulkan niat yang kuat pula.
2. Kemampuan, yang mempengaruhi seseorang melakukan ibadah berkurban adalah kemampuan secara financial.
Oleh karena itu, orang yang mampu melaksanakan ibadah kurban berarti dua syarat di atas telah terpenuhi. Begitu juga sebaliknya orang yang belum melaksanakan kurban berarti dua hal di atas belum dimiliki secara utuh, baik itu keimanan atau kemampuan. Sekarang mari kita Tanya diri kita manakah dari dua syarat di atas yang belum kita miliki?? Apakah dikarenakan keimanan?? Atau dikarenakan kita belum mampu?? Hanya kita yang tahu jawabannya.

Bapak-bapak, Ibu-Ibu, Saudara-saudara jama’ah sholat Idul Adha yang dimuliakan Allah.

Akhirnya khatib mengajak kita semua marilah kita pergunakan sisa-sisa umur kita ini dalam rangka mengabdi kepada Allah salah satunya dengan mensyukuri ni’mat-ni’mat-Nya yang sedang kita rasakan ini. Berbahagialah orang yang mampu melaksanakan ibadah kurban pada tahun ini, semoga apa yang kita kurbankan diterima oleh Allah Swt, amin.. kemudian untuk kita yang belum mampu melaksanakan Ibadah kurban pada tahun ini mari kita tekadkan niat agar tahun depan kita mampu melakasanakannya Allah berfirman :

Artinya : “ Siapa-siapa yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya akan kami mudah kan jalannya”

Wallohu a’lam.

Rabu, 28 Oktober 2009

Keterampilan Membuka Pelajaran

1.1. Membuka Pelajaran

  1. Pengertian Membuka Pelajaran

Banyak orang beranggapan bahwa kesan pertama dari suatu bentuk hubungan merupakan kunci keberhasilan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain pertemuan atau kesan yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula. Dengan demikian, keterampilan membuka pelajaran mempakan kunci yang harus didahului dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar yang dinamis tidak akan tercapai jika guru pada awal pelajaran tidak bisa menarik perhatian siswa.

Membuka pelajaran atau set induction adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mental maupun perhatiannya terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar[1], dan pada akhirnya akan memudahkan untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Membuka pelajaran juga merupakan kegiatan dan pernyataan guru untuk mengaitkan pengalaman siswa dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan kata lain membuka pelajaran itu adalah kegiatan mempersiapkan mental dan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari.

Dalam otak siswa itu sudah tersedia kapling-kapling sesuai dengan pengalaman masing-masing. Suatu materi pelajaran baru akan mudah diterima oleh otak kita manakala sudah tersedia kapling yang relevan. Demikian juga sebaliknya materi pelajaran baru tidak mungkin mudah dicerna manakala belum tersedia kapling yang relevan. Sama halnya dengan kerja sebuah komputer, kita akan sulit memasukkan data seandainya belum tersedia filenya. Oleh sebab itu agar data itu masuk dan dapat disimpan terlebih dahulu perlu disiapkan filenya. Misalnya teori pesawat terbang akan sulit diterima manakala diberikan kepada mahasiswa ekonomi yang sama sekali belum mengenal teori tersebut. Oleh karena itu di otak mahasiswa tersebut belum tersedia kapling tentang teori pesawat terbang. Nah, bagaimana agar materi itu mudah diterima? Tentu saja kita harus membuat kapling (file) tentang hal-hal yang berhubungan dengan pesawat terbang. Inilah makna dari kegiatan membuka pelajaran.

Kegiatan membuka pelajaran tidak hanya dilakukan pada awal pelajaran saja melainkan juga pada awal setiap penggal kegiatan, misalnya pada saat memulai kegiatan tanya jawab, mengenalkan konsep baru, memulai kegiatan diskusi, mengawali pekerjaan tugas dan lain-lain.[2] Contoh: ketika guru ingin memberikan pelajaran baru tentang rukun Islam yang kelima yaitu naik haji, guru dapat mengatakan seperti ini: ”Nah, anak-anak! pada pertemuan ini kita akan mempelajari pokok bahasan baru tentang rukun Islam yang kelima yaitu ’naik haji’. Tetapi sebelum kita pelajari lebih lanjut topik itu, cobalah kalian perhatikan dahulu ke depan!, gambar apa yang ibu pegang ini?”.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa keterampilan membuka pelajaran merupakan skill atau kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap guru. Selanjutnya membuka pelajaran adalah kegiatan awal yang dilakukan oleh guru setiap kali mengawali kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk menyiapkan mental siswa dan sekaligus untuk memusatkan perhatian siswa kepada pelajaran yang akan dipelajarinya.

  1. Komponen-komponen Dalam Kegiatan Membuka Pelajaran

Salah satu usaha mengkondisikan kelas adalah adanya kegiatan membuka pelajaran sebelum memasuki kegiatan inti. Oleh karena itu kegiatan membuka pelajaran merupakan bagian dari proses belajar mengajar yang memiliki peran yang penting dalam menunjang tercapainya tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan pengajaran bergantung pada metode mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan persiapan sebelum mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam memperkenalkan pelajaran.

Keterampilan membuka pelajaran bukanlah sekedar kegiatan mengabsen siswa, atau meminta siswa berdo’a. Akan tetapi kegiatan membuka pelajaran adalah kegiatan menyiapkan mental siswa untuk siap menerima dan mengikuti pelajaran yang akan disampaikan. Oleh karena itu ada beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh seorang guru dalam kegiatan membuka pelajaran, dan merupakan keterampilan dasar yang harus dikuasai guru dalam kegiatan membuka pelajaran, meliputi : (1) Keterampilan menarik minat dan perhatian siswa, banyak cara yang dapat digunakan oleh guru untuk menarik perhatian siswa, antara lain gaya mengajar guru, penggunaan alat bantu mengajar, pola interaksi yang bervariasi. (2) Keterampilan menimbulkan dan meningkatkan motivasi siswa, dengan cara disertai suasana yang hangat dan keantusiasan karena salah satu ciri guru yang bisa memotivasi adalah antusiasme, guru peduli dengan apa yang dia ajarkan dan mengkomunikasikannya dengan para siswa bahwa apa yang sedang mereka pelajari itu penting dan guru dapat memberikan bukti nyata,[3] menimbulkan rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan, memperhatikan minat siswa. (3) Keterampilan memberi acuan melalui berbagai usaha seperti: mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan dilakukan, meningkatkan masalah pokok yang akan dibahas, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, membuat kaitan atau hubungan di antara materi yang akan dipelajari dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa.[4]

Selain itu, di dalam kegiatan membuka pelajaran ada keterampilan yang tidak kalah pentingnya yang harus dimiliki oleh guru yaitu keterampilan melaksanakan pretes. Pretes adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengajukan satu pertanyaan atau lebih kepada para siswa tentang bahan yang akan dijadikan topik sebelum membahas pelajaran tersebut yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa tentang pelajaran tersebut. Dalam melaksanakan pretes ini guru harus memiliki keterampilan bertanya, baik keterampilan bertanya dasar maupun keterampilan bertanya lanjut. Bertanya merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan siswa untuk berfikir dan mengemukakan jawaban yang sesuai dengan harapan guru. Guru dalam mengajukan pertanyaan kepada seorang siswa sering kali tidak terjawab, sebab maksud pertanyaan tersebut kurang dapat dipahami oleh siswa. Dalam hal ini, Sardinian sebagaimana dikutip oleh Fitriani mengatakan bahwa pertanyaan yang baik mempunyai ciri-ciri: (1) kalimatnya singkat dan jelas, (2) tujuannya jelas, (3) setiap pertanyaan hanya satu masalah, (4) mendorong anak untuk berfikir kritis, (5) jawaban yang diharapkan bukan sekedar ya atau tidak, (6) bahasa dalam pertanyaan dikenal baik oleh siswa, dan (7) tidak menimbulkan tafsiran ganda.[5]

Pretes memiliki keguanaan dalam menjajaki proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pretes mempunyai peran yang penting untuk keefektifan proses pembelajaran. Adapun fungsi pretes antara lain: (1) menyiapkan siswa dalam belajar. Karena dengan pretes pikiran siswa akan terfokus pada persoalan yang harus dipelajarinya, (2) untuk mengetahui tingkat kemajuan siswa sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan, (3) untuk mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki oleh siswa mengenai bahan ajar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran, (4) untuk mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai dan tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai oleh siswa.[6]

Sedangkan menurut Al-Abrasyi sebelum siswa itu menerima pelajaran dari gurunya hendaklah terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk.[7] Dan ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baaqarah (2) ayat 151:

!$yJx. $uZù=yör& öNà6Ïù Zwqßu öNà6ZÏiB (#qè=÷Gtƒ öNä3øn=tæ $oYÏG»tƒ#uä öNà6ŠÏj.tãƒur ãNà6ßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJò6Ïtø:$#ur Nä3ßJÏk=yèãƒur $¨B öNs9 (#qçRqä3s? tbqßJn=÷ès? ÇÊÎÊÈ

Artinya : Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.[8]

Ayat di atas menjelaskan bahwa sebelum melaksanakan pengajaran terlebih dahulu dilaksanakan penyucian, yaitu mensucikan anak didik (siswa). Adapun yang perlu disucikan antara lain: 1) Badan dan pakaian haruslah bersih dari najis; 2) makanan yang dikonsumsinya bersumber dari penghasilan; 3) Hati agar terlepas dari sifat-sifat buruk seperti sombong, iri, benci dan sebagainya; 4) Akal, agar terlepas dari pikiran-pikiran yang tercela, seperti menipu orang lain.

  1. Tujuan Membuka Pelajaran

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya secara umum tujuan membuka pelajaran adalah untuk memusatkan perhatian siswa kepada pelajaran yang akan dipelajarinya dan dengan begitu ia akan konsentrasi selama proses pembelajaran berlangsung. Uzer Usman (2007:92) memaparkan tujuan membuka pelajaran adalah sebagai berikut: (1) Menyiapkan mental siswa. Kegiatan membuka pelajaran bertujuan untuk menyatukan jiwa dan raga siswa dalam satu tempat dan waktu agar ia ikut merasa terlibat memasuki persoalan yang akan dibahas dan memicu minat serta pemusatan perhatian siswa pada materi pelajaran yang akan dibicarakan dalam kegiatan pembelajaran, (2) Menumbuhkan semangat, motivasi, dan perhatian siswa agar siswa menyadari batas-batas tugasnya, (3) Agar siswa memahami hubungan antara materi yang telah dikuasainya dengan materi yang akan dipelajarinya, (4) Agar siswa menyadari tingkat keberhasilan yang telah dicapainya.[9]

Sementara itu Wina Sanjaya menyebutkan tujuan khusus membuka pelajaran adalah sebagai berikut:

Pertama, menarik perhatian siswa, yang bisa dilakukan melalui: meyakinkan siswa bahwa materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan berguna untuk dirinya, melakukan hal-hal yang dinggap aneh bagi siswa, dan melakukan interaksi yang menyenangkan.

Kedua, menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan dengan: membangun suasana yang akrab sehingga siswa merasa dekat, misalnya menyapa atau berkomunikasi secara kekeluargaan, menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak membahas peristiwa atau topik yang sedang hangat dibicarakan oleh masyarakat, mengemukakan ide yang bertentangan, misalnya mengemukakan pendapat yang berbeda dengan pendapat masyarakat umum, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan dilakukan dengan kebutuhan siswa, mengambil topik yang menarik dan guru meyakinkan siswa bahwa topik tersebut berguna bagi dirinya.[10]

Ketiga, memberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan yang dapat dilakukan dengan cara: mengemukakan tujuan yang akan dicapai serta tugas-tugas yang harus dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan, menjelaskan langkah-langkah atau tahapan pembelajaran sehingga siswa memahami apa yang harus dilakukan, menjelaskan target atau kemampuan yang harus dimiliki setelah pembelajaran berlangsung,[11] membuat kaitan atau hubungan antara pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa dengan materi atau pengalaman pelajaran yang akan diberikan kepada siswa.

Keempat, membuka pelajaran juga dapat digunakan untuk mengetahui entering behavior atau tingkat kesiapan dan penguasaan siswa terhadap materi yang akan diajarkan.[12]



[1] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, (Ciputat: Quantum Teaching, 2007), hlm, 99

[3] Raymond J. Wlodkowski, Judith H. Jaynes, Hasrat Untuk Belajar: Membantu Anak-anak Termotivasi Dan Mencintai Belajar, Penerjemah Nur Setiyo Budi Widarto, (Yogyakarta: Pusat Pelajar, 2004), hlm, 33

[4] Ahmad Sabri, Op.cit., hlm, 101

[6] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi (cet.9), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm, 101

[7]Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm, 47

[8] Departemen Agama RI, Op.cit, hlm, 38

[9] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (cet.7), (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm, 92

[10] E. Mulyasa, Op.cit., hlm, 114

[11] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (cet.4), (Jakarta: Kencana prenada Media Group, 2008), hlm, 43

[12] http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/keterampilan-dasar-mengajar.html/1/4/09

Senin, 06 April 2009

METODE PENDIDIKAN YANG DITERAPKAN RASULULLAH SAW.

A. Pendahuluan
Dalam pandangan Islam Pendidikan adalah proses ‘memanusiakan manusia’, atau sering juga disebutkan untuk mencetak manusia paripurna (insane kamil). Dikatakan memanusiakan manusia karena pada dasarnya manusia tidak akan bisa mencapai jati dirinya menjadi manusia seutuhnya yang mampu melakukan peran, tugas serta tanggung jawabnya di atas bumi ini tanpa proses pendidikan.
Di Dalam QS. Al-Zariyat (51) : 56 disebutkan bahwa salah satu tujuan manusia dan jin diciptakan adalah untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Ini berarti di dalam ajaran Islam semua aktivitas manusia pada akhirnya haruslah merupakan bentuk pengabdian diri kepada Allah SWT. Sementara tugas menyelenggarakan pendidikan tersebut adalah tugas setiap umat Islam, bukan hanya pemerinta, ustadz, keluarga dan sebagainya melainkan tugas kita semua.
Setelah melihat tujuan pendidikan Islam tersebut perlu adanya kerja keras dan persiapan yang baik dan strategi yang jitu agar tujuan tersebut benar-benar tercapai.
Pada masa Rasulullah SAW, ada seseorang yang mendatangi Nabi dan ia berkata :”…ya Rasulallah!, saya telah berzina, hukumlah saya..”
Lalu Rasullah dengan bijaksana menjawab : “ Pulanglah, barangkali kamu sedang tidak sadar apa yang telah kamu ucapkan”.
Keesokan harinya orang tersebut datang lagi dengan membawa berita yang sama dan Rasul pun memberi jawaban yang sama. Dan ini berulang sampai tiga kali.
Setelah ketiga kalinya akhirnya orang tersebut mendapat hukuman rajam.
Dari cerita tersebut timbul pertanyaan di benak kita, bagaimana metode yang diterapkan Rasulullah SAW dalam mendidik ummat sehingga ummat tersebut mau dan rela mengakui kesalahannya walaupun itu akan menghilangkan nyawanya sekalipun. Ini justru bertolak belakang dengan keadaan sekarang kebanyakan manusia selalu menutup-nutupi kesalahannya. Orang yang sudah jelas-jelas berbuat kesalahan malah bersikeras mencari bantuan agar ia tidak menjalani hukuman. Anak sering berbohong kepada orang tuanya, pemerintah tidak jarang membohongi rakyat dan lain sebagainya. Ini adalah salah satu indicator pendidikan kita belum berhasil.

B. Metode Nabi dalam mendidik Umat.
Dalam QS. Al-Baqara (2) : 151 dan al-Jumu’ah : 2. Allah menjelaskan tentang metode pendidikan Islam. Kalau kita cermati ternyata ada tiga fase yang diterapkan Rasulullah SAW dalam melaksanakan pendidikan itu.
yatluu ‘alaikum ayaatunaa yaitu proses menyampaikan ayat-ayat Allah, agar tujuan pendidikan Islam itu tercapai dengan baik hendaknya para guru/ orang tua tidak bosan menyampaikan pesan-pesan Allah kepaa siswanya. Ayat-ayat Allah maksudnya adalah isi/ makana dari ayat tsb, baik berupa nasehat, larangan dan perintah. Selain itu Allah menyebutkan dalam ayat lain bahwa dengan sering-sering mengingatnya yaitu salah satunya membaca ayat-ayatnya akan menenangkan jiwa.
wayuzakkikum yaitu mentazkiyah (pensucian). Dari sini dapat kita pahami bahwa sebelum menyampaikan pelajaran kepada siswa ternyata yang lebih dahulu dilakukan guru/ orang tua adalah proses mentazkiyah siswa. adapaun yang harus ditazkiyah adalah :
Jasad/ fisik yaitu guru/ orang tua harus memastikan bahwa pakaian yang dipakai oleh siswa/ anak, makanan yang dikonsumsinya serta seluruh fasilitas yang dipakainya tersebut bukanlah dari hasil pekerjaan yang haram. Karena anak yang dibesarkan dengan hasil yang haram hatinya akan tertutup dan sulit meenrima cahaya ilmu yang berkah.
Hati, setelah dipastikan jasad/ fisik siswa/ anak itu sudah bersih dan suci maka tahap berikutnya adalah pensucian hati, yaitu usaha menghilangkan sifat-sifat buruk seperti sombong, malas, benci, angkuh dsb, dan menggantinya dengan sifat-sifat mulia seperti penyabar, kasih sayang, lemah lembut, santun. Karena bagaimana mungkin hati yang kotor dihinggapi oleh ilmu yang bersih.
Akal, yaitu membersihkan akal anak didik sehingga pada akhirnya ia tidak akan pernah berpikir untuk menipu orang lain, menyusahkan orang lain, menjerumuskan orang lain dan lain sebagainya.
Perlu disadari tugas mensucikan (tazkiyah) ini tidak semudah membalik telapak tangan. Yang pertama yang harus dilakukan oleh orang tua/ guru sebelum mentazkiyah anak didik adalah mentazkiyah dirinya sendiri, karena bagaimana mungkin sesuatu yang kotor dapat membersihkan yang kotor. Bagaimana mungkin orang tua pembohong menyuruh anaknya agar senantiasa berbuat jujur, seorang guru menyuruh siswanya agar berkasih sayang sementara dirinya tidak mencerminkan sifat kasih sayang.
Ta’lim, setelah selesai mentazkiah siswa, pada tahap berikutnya adalah ta’lim yaitu penyampaian ilmu pengetahuan (kurikulum pendidikan islam).
Di dalam ayat ini kurikulum pendidikan Islam itu ada dua yaitu :
al-Kitab, yaitu seluruh isi dari alqur’an
Al-Hikmah, yaitu sesuatu hal yang ada di balik ilmu pengetahuan tersebut.

Akhirnya mari kita Tanya diri kita apakah kita sudah mentazkiyah diri sebelum mentazkiyah anak didik…???
Bagi mahasiswa/ siswa apakah sudah mentazkiyah diri sebelum menerima pelajaran…?

Wallahu a’lam bishshawab…

Minggu, 05 April 2009

Tarbiyah (pendidikan)

Pendidikan dalam bahasa 'arab berasal dari kata Tarbiyah (rabb, yurabbi, tarbiyatan) yang berarti upaya mendidik, mengasuh, membimbing anak menuju kedewasaan. sementara dalam bahasa inggris disebut education.
banyak sekali para pakar yang mendefinisikan pendidikan, baik dari Barat maupun dari dunia Islam. dalam Al-Qur'an, banyak sekali Allah membicarakan tentang Tarbiyah (pendidikan) baik pendidikan di keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Jhon Locke berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha sadar berupa bimbingan yang diberikan orang dewasa kepada anak agar anak tersebut mencapai kedewasaan. kedewasaan yang dimaksud adalah kedewasaan secara kognitif, afektif dan psikomotorik. sementara dalam pendapat lain pendidikan itu ialah usaha untuk memanusiakan manusia. yaitu menjadikan manusia seutuhnya yang mampu mengemban tanggungjawab dan mampu mengambil keputusan dan menerima risikonya.
proses pendidikan berlangsung di keluarga, sekolah, dan masyarakat.