(sekilas pesan moral)
Oleh: Muzanni Lubis
Bismillahirrohmanirrohim
Dalam Situasi apa pun marilah kita senantiasa mengekspresikan rasa syukur kita kepada Allah Swt, atas segala anugerah dan karunia yang diberikannya kepada kita. Di antara anugerah tersebut adalah kesehatan dan kesempatan serta keimanan sehingga kita dapat memenuhi panggilan Allah Swt ini yaitu melaksanakan sholat Idul Adha.
Sholawat beriring salam kita hadiahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw yang telah berjuang mati-matian membela agama Allah, sehingga sampai kepada kita seperti saat sekarang ini. Maka pantaslah kita sampaikan sholawat kepada beliau dengan lafaz: “Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad” semoga kita mendapat syafaatnya kelak. Amin ya rabbal ‘alamin..
Selanjutnya, Khatib tidak lupa mengajak kita semua agar memperbaharui dan meningkatkan mutu dan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan jalan melaksanakan segala yang diperintahkannya dan meninggalkan semua yang dilarangnya.
Saudara-saudara Jama’ah Sholat ‘Idul Adha yang dirahmati Allah..
Untuk mengawali khutbah ini Khatib terlebih dahulu membacakan Firman Allah dalam alQur’an surat Al-kautsar (108) ayat:1 yang berbunyi:
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ إِنَّا
Artinya :”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak”
Ayat ini diawali dengan kata inna yang berarti sesungguhnya kami. Kata “sesunguhnya” biasa digunakan terhadap orang yang menolak atau mungkin meragukan berita yang hendak disampaikan itu. Kalimat selanjutnya adalah Kemudian apabila kita lihat lagi kalimat sesudahnya yaitu a’thoina yag berarti kami berikan/ anugerahkan kepadamu yaitu Al-Kautsar. Apakah itu Al-Kautsar? sebagian Ulama mengartikan al-Kautsar adalah sebuah telaga yang disiapkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman. Sementara sebagian ulama mengartikan Al-kautsar itu adalah “nikmat/kebaikan yang banyak” sesuai dengan asal kalimatnya yaitu katsuro menjadi kautsaro (Ismul mubalaghoh) timbangan af’ala
Di dalam ayat yang lain Allah menjelaskan nikmat yang banyak itu dengan sebuah perumpamaan yaitu jangankan untuk mengganti maupun membayar nikmat tersebut menghitungnya saja kita tak kan mampu. Begitulah sangkin banyaknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt kepada kita.
Kemudian kalau kita lihat kata yang digunakan adalah ‘a’thoina mengandung arti sesuatu yang terus menerus. Berarti nikmat yang banyak itu diberikan oleh Allah kepada kita secara terus menerus.
Kaum muslimin rahimakumulloh…
Khatib membagi nikmat itu kepada dua kategori:
1. nikmat yang berupa materil/ benda, seperti harta yang melimpah, uang yang banyak, mobil mewah dan rumah yang indah dll.
Kebanyakan manusia memandang nikmat itu hanya sekedar berupa benda seperti di atas, sehingga apabila ia tidak mendapat atau memiliki harta, uang, kendaraan dsb ia menganggap ia tidak mendapat nikmat dari Allah swt. Tentu ini sangat picik dan cenderung berpikir secara sempit dan primitive.
2. nikmat yang berupa non materil, sepeerti kesehatan, kesempatan, keimanan, dsb.
Betapa banyak orang yang rela habis-habisan demi kesehatan, akan tetapi Alhamdulillah kita tak perlu mengeluarkan apa-apa dikarenakan kita sehat, panca indera dan seluruh organ tubuh kita masih berfungsi. Mari kita renungkan kalau sekiranya Allah mencabut nikmat pendengaran kita, saya yakin kita akan rela menempuh usaha apa pun asal pendengaran kita pulih kembali walau pun itu akan menghabiskan harta benda yang kita miliki, begitu juga dengan pernafasan coba bayangkan kalau sekiranya Allah meminta bayar atas setiap udara yang kita hirup, berapa banyak yang harus kita bayar?? Tentu kita tak akan mampu. Maka dengan begitu kalau kita piker sejenak dan kita renungkan sesaat sungguh nyatalah bahwa nikmat yang ini jauh lebih mahal dari pada nikmat yang berupa materil. Oleh karenanya tidak ada lagi alasan kita mengatakan bahwa kita tidak mendapat apa-apa dari Allah Swt.
Kaum muslimin rahimakumulloh…
Sebagai orang yang menerima nikmat secara gratis lantas apa yang harus kita perbuat?? Jawabnya adalah tidak lain dari bersyukur, hanya bersyukurlah yang bisa kita lakukan, akan tetapi pada kenyataannya sungguh sangat sedikit orang yang bersyukur.
Apa itu bersykur? Dan bagaimana caranya??
Bersyukur bukanlah sekedar dimulut akan tetapi bersyukur haruslah dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan. Allah swt menjelaskan salah satu usaha untuk mensykuri nikmat yang tak terhingga itu adalah dengan mendirikan Sholat dan berkurban. Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya : Maka dirikanlah sholat karena tuhanmu dan berkurbanlah. (QS: Al-Kautsar (108) : 2
1. Sholat baik sholat yang wajib maupun sholat yang sunnat
Dalam hal ini sholat merupakan implementasi rasa syukur seseorang kepada Tuhannya, ungkapan rasa syukur seseorang itu dapat diukur melalui pelaksanaan sholat yang ia lakukan. Salah satunya adalah sholat di awal waktu. Akan tetapi ada juga ulama pengikut Ibn Abbas menafsirkan perintah sholli mengandung makna perintah untuk berdo’a danberibadah secara umum sebagaimana pengertiannya secara umum dengan alasan karena Allah selalu memerintahkan aqimus sholah untuk perintah sholat. Maka perintah sholli disini bukanlah hanya sekedar sholat melainkan juga ibadah-ibadah lain yang harus dilaksanakan dengan rasa ikhlas kepada Allah Swt.
2. Berkurban
Ibadah berkurban merupakan cerminan rasa syukur seseorang kepada tuhannya. Berkurban adalah memotong hewan kurban kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada pakir miskin. Ibadah berkurban secara sekilas sangat mudah dilakukan oleh orang-orang kaya dan sulit dilaksanakan oleh orang-orang miskin, akan tetapi pada kenyataannya tidak seperti itu, betapa banyak orang yang kaya tapi tak mampu berkurban, kita mampu membeli rumah dengan puluhan bahkan ratusan juta tapi tidak mampu (tepatnya tidak mau) melaksanakan kurban, berapa banyak orang yang mampu mengkredit kendaraan dengan ratusan ribu bahkan jutaan per bulannya akan tetapi tidak berkurban. Begitu juga sebaliknya, berapa banyak orang yang berpenghasilan biasa saja tapi mampu melaksanakan kurban. Maka dari itu jelaslah ternyata kita ini belumlah dapat dikatakan sebagai orang-orang yang bersyukur terhadap nikmat –nikamat Allah Swt. Sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini.
Paling tidak ada dua hal yang melandasi kenapa seseorang itu mampu berkurban, yaitu:
1. Keimanan, keimanan yang kita miliki akan sangat mempengaruhi pengamalan ibadah kita, begitu juga ibadah berkurban yang paling mempengaruhinya adalah kadar keimanan yang kita miliki. Keimanan yang kuat akan menimbulkan niat yang kuat pula.
2. Kemampuan, yang mempengaruhi seseorang melakukan ibadah berkurban adalah kemampuan secara financial.
Oleh karena itu, orang yang mampu melaksanakan ibadah kurban berarti dua syarat di atas telah terpenuhi. Begitu juga sebaliknya orang yang belum melaksanakan kurban berarti dua hal di atas belum dimiliki secara utuh, baik itu keimanan atau kemampuan. Sekarang mari kita Tanya diri kita manakah dari dua syarat di atas yang belum kita miliki?? Apakah dikarenakan keimanan?? Atau dikarenakan kita belum mampu?? Hanya kita yang tahu jawabannya.
Bapak-bapak, Ibu-Ibu, Saudara-saudara jama’ah sholat Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Akhirnya khatib mengajak kita semua marilah kita pergunakan sisa-sisa umur kita ini dalam rangka mengabdi kepada Allah salah satunya dengan mensyukuri ni’mat-ni’mat-Nya yang sedang kita rasakan ini. Berbahagialah orang yang mampu melaksanakan ibadah kurban pada tahun ini, semoga apa yang kita kurbankan diterima oleh Allah Swt, amin.. kemudian untuk kita yang belum mampu melaksanakan Ibadah kurban pada tahun ini mari kita tekadkan niat agar tahun depan kita mampu melakasanakannya Allah berfirman :
Artinya : “ Siapa-siapa yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya akan kami mudah kan jalannya”
Wallohu a’lam.
Dalam Situasi apa pun marilah kita senantiasa mengekspresikan rasa syukur kita kepada Allah Swt, atas segala anugerah dan karunia yang diberikannya kepada kita. Di antara anugerah tersebut adalah kesehatan dan kesempatan serta keimanan sehingga kita dapat memenuhi panggilan Allah Swt ini yaitu melaksanakan sholat Idul Adha.
Sholawat beriring salam kita hadiahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw yang telah berjuang mati-matian membela agama Allah, sehingga sampai kepada kita seperti saat sekarang ini. Maka pantaslah kita sampaikan sholawat kepada beliau dengan lafaz: “Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala ali sayyidina Muhammad” semoga kita mendapat syafaatnya kelak. Amin ya rabbal ‘alamin..
Selanjutnya, Khatib tidak lupa mengajak kita semua agar memperbaharui dan meningkatkan mutu dan kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt dengan jalan melaksanakan segala yang diperintahkannya dan meninggalkan semua yang dilarangnya.
Saudara-saudara Jama’ah Sholat ‘Idul Adha yang dirahmati Allah..
Untuk mengawali khutbah ini Khatib terlebih dahulu membacakan Firman Allah dalam alQur’an surat Al-kautsar (108) ayat:1 yang berbunyi:
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ إِنَّا
Artinya :”Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak”
Ayat ini diawali dengan kata inna yang berarti sesungguhnya kami. Kata “sesunguhnya” biasa digunakan terhadap orang yang menolak atau mungkin meragukan berita yang hendak disampaikan itu. Kalimat selanjutnya adalah Kemudian apabila kita lihat lagi kalimat sesudahnya yaitu a’thoina yag berarti kami berikan/ anugerahkan kepadamu yaitu Al-Kautsar. Apakah itu Al-Kautsar? sebagian Ulama mengartikan al-Kautsar adalah sebuah telaga yang disiapkan Allah Swt kepada Nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman. Sementara sebagian ulama mengartikan Al-kautsar itu adalah “nikmat/kebaikan yang banyak” sesuai dengan asal kalimatnya yaitu katsuro menjadi kautsaro (Ismul mubalaghoh) timbangan af’ala
Di dalam ayat yang lain Allah menjelaskan nikmat yang banyak itu dengan sebuah perumpamaan yaitu jangankan untuk mengganti maupun membayar nikmat tersebut menghitungnya saja kita tak kan mampu. Begitulah sangkin banyaknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt kepada kita.
Kemudian kalau kita lihat kata yang digunakan adalah ‘a’thoina mengandung arti sesuatu yang terus menerus. Berarti nikmat yang banyak itu diberikan oleh Allah kepada kita secara terus menerus.
Kaum muslimin rahimakumulloh…
Khatib membagi nikmat itu kepada dua kategori:
1. nikmat yang berupa materil/ benda, seperti harta yang melimpah, uang yang banyak, mobil mewah dan rumah yang indah dll.
Kebanyakan manusia memandang nikmat itu hanya sekedar berupa benda seperti di atas, sehingga apabila ia tidak mendapat atau memiliki harta, uang, kendaraan dsb ia menganggap ia tidak mendapat nikmat dari Allah swt. Tentu ini sangat picik dan cenderung berpikir secara sempit dan primitive.
2. nikmat yang berupa non materil, sepeerti kesehatan, kesempatan, keimanan, dsb.
Betapa banyak orang yang rela habis-habisan demi kesehatan, akan tetapi Alhamdulillah kita tak perlu mengeluarkan apa-apa dikarenakan kita sehat, panca indera dan seluruh organ tubuh kita masih berfungsi. Mari kita renungkan kalau sekiranya Allah mencabut nikmat pendengaran kita, saya yakin kita akan rela menempuh usaha apa pun asal pendengaran kita pulih kembali walau pun itu akan menghabiskan harta benda yang kita miliki, begitu juga dengan pernafasan coba bayangkan kalau sekiranya Allah meminta bayar atas setiap udara yang kita hirup, berapa banyak yang harus kita bayar?? Tentu kita tak akan mampu. Maka dengan begitu kalau kita piker sejenak dan kita renungkan sesaat sungguh nyatalah bahwa nikmat yang ini jauh lebih mahal dari pada nikmat yang berupa materil. Oleh karenanya tidak ada lagi alasan kita mengatakan bahwa kita tidak mendapat apa-apa dari Allah Swt.
Kaum muslimin rahimakumulloh…
Sebagai orang yang menerima nikmat secara gratis lantas apa yang harus kita perbuat?? Jawabnya adalah tidak lain dari bersyukur, hanya bersyukurlah yang bisa kita lakukan, akan tetapi pada kenyataannya sungguh sangat sedikit orang yang bersyukur.
Apa itu bersykur? Dan bagaimana caranya??
Bersyukur bukanlah sekedar dimulut akan tetapi bersyukur haruslah dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan. Allah swt menjelaskan salah satu usaha untuk mensykuri nikmat yang tak terhingga itu adalah dengan mendirikan Sholat dan berkurban. Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya : Maka dirikanlah sholat karena tuhanmu dan berkurbanlah. (QS: Al-Kautsar (108) : 2
1. Sholat baik sholat yang wajib maupun sholat yang sunnat
Dalam hal ini sholat merupakan implementasi rasa syukur seseorang kepada Tuhannya, ungkapan rasa syukur seseorang itu dapat diukur melalui pelaksanaan sholat yang ia lakukan. Salah satunya adalah sholat di awal waktu. Akan tetapi ada juga ulama pengikut Ibn Abbas menafsirkan perintah sholli mengandung makna perintah untuk berdo’a danberibadah secara umum sebagaimana pengertiannya secara umum dengan alasan karena Allah selalu memerintahkan aqimus sholah untuk perintah sholat. Maka perintah sholli disini bukanlah hanya sekedar sholat melainkan juga ibadah-ibadah lain yang harus dilaksanakan dengan rasa ikhlas kepada Allah Swt.
2. Berkurban
Ibadah berkurban merupakan cerminan rasa syukur seseorang kepada tuhannya. Berkurban adalah memotong hewan kurban kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada pakir miskin. Ibadah berkurban secara sekilas sangat mudah dilakukan oleh orang-orang kaya dan sulit dilaksanakan oleh orang-orang miskin, akan tetapi pada kenyataannya tidak seperti itu, betapa banyak orang yang kaya tapi tak mampu berkurban, kita mampu membeli rumah dengan puluhan bahkan ratusan juta tapi tidak mampu (tepatnya tidak mau) melaksanakan kurban, berapa banyak orang yang mampu mengkredit kendaraan dengan ratusan ribu bahkan jutaan per bulannya akan tetapi tidak berkurban. Begitu juga sebaliknya, berapa banyak orang yang berpenghasilan biasa saja tapi mampu melaksanakan kurban. Maka dari itu jelaslah ternyata kita ini belumlah dapat dikatakan sebagai orang-orang yang bersyukur terhadap nikmat –nikamat Allah Swt. Sebagaimana yang kita rasakan sekarang ini.
Paling tidak ada dua hal yang melandasi kenapa seseorang itu mampu berkurban, yaitu:
1. Keimanan, keimanan yang kita miliki akan sangat mempengaruhi pengamalan ibadah kita, begitu juga ibadah berkurban yang paling mempengaruhinya adalah kadar keimanan yang kita miliki. Keimanan yang kuat akan menimbulkan niat yang kuat pula.
2. Kemampuan, yang mempengaruhi seseorang melakukan ibadah berkurban adalah kemampuan secara financial.
Oleh karena itu, orang yang mampu melaksanakan ibadah kurban berarti dua syarat di atas telah terpenuhi. Begitu juga sebaliknya orang yang belum melaksanakan kurban berarti dua hal di atas belum dimiliki secara utuh, baik itu keimanan atau kemampuan. Sekarang mari kita Tanya diri kita manakah dari dua syarat di atas yang belum kita miliki?? Apakah dikarenakan keimanan?? Atau dikarenakan kita belum mampu?? Hanya kita yang tahu jawabannya.
Bapak-bapak, Ibu-Ibu, Saudara-saudara jama’ah sholat Idul Adha yang dimuliakan Allah.
Akhirnya khatib mengajak kita semua marilah kita pergunakan sisa-sisa umur kita ini dalam rangka mengabdi kepada Allah salah satunya dengan mensyukuri ni’mat-ni’mat-Nya yang sedang kita rasakan ini. Berbahagialah orang yang mampu melaksanakan ibadah kurban pada tahun ini, semoga apa yang kita kurbankan diterima oleh Allah Swt, amin.. kemudian untuk kita yang belum mampu melaksanakan Ibadah kurban pada tahun ini mari kita tekadkan niat agar tahun depan kita mampu melakasanakannya Allah berfirman :
Artinya : “ Siapa-siapa yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya akan kami mudah kan jalannya”
Wallohu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar