Minggu, 28 Oktober 2018

FILSAFAT KEBENARAN


Tulisan ini adalah salinan dari tugas perkuliahan pada mata kuliah Filsafat Ilmu Pendidikan bersama Prof. Dr. Belferik Manullang di Pps Unimed. Pada tugas ini mahasiswa diminta untuk mendalami tentang esensi dari sebuah kebenaran dan bahkan membandingkan tingkatan-tingkatan kebenaran. Pada akhirnya kita akan sampai pada titik kebenaran yang absolut yang tidak bisa dibantah. berikut saya kutip tulisan saya bersama rekan saya pada saat itu. 
Sebelum kita membandingkan dari ketiga kebenaran tersebut, kita harus mengetahui apa kebenaran ilmiah. Kebenaran ilmiah adalah suatu kebenaran yang pada hakikatnya diperoleh dari hasil penelitian yang menggunakan metode yang disusun secara sistematis dengan melalui prosedur sehingga kebenaran ilmiah ini memiliki karakteristik-karakteristik tertentu meliputi fakt
a, logis, dan universal. Selain itu juga kebenaran ilmiah dapat diartikan juga sebagai kebenaran nisbi atau relative sebab kebenaran ilmiah ini tidak mutlak karena bisa berubah sesuai perkembangan zaman atau perkembangan hasil penelitian.

1.      Perbandingan Tingkatan-tingkatan Kebenaran
Ada beberapa tingkatan-tingkatan kebenaran yang akan di perbandingkan antara lain:
v  Kebenaran ilmiah Esensi
Kebenaran yang menekankan pada esensi (kebenaran itu sendiri) yang dilandasi sebuah pemahaman dan mendasar sesuai dengan hati nurani. Karena apabila hati nurani dianggap benar maka bahwa sesuatu itu benar adanya.istilah lain dari kebenaran ilmiah adalah perenungan (kontemplatif)
v  Kebenaran Ilmiah Keilmuwan
Kebenaran ini mengartikan sebuah kencendrungan pada perjalanan-perjalanan yang didasarkan melalui indera dan diolah secara rasio atau logis tetapi pemahamannya direfleksikan terhadap penjelasan-penjelasan mengenai realita bersifat umum dan disesuaikan dengan disistematisasi dan memiliki metodologi keilmuwan
v  Kebenaran Ilmiah Praktis
Kebenaran yang memperlihatkan bahwa kecendrungan manusia lebih mengarah pada berpikirnya atau penalarannya secara empiris dan tujuan utamanya membentuk kerangka berpikir integral yang diungkapakan melalui persoalan nyata manusia dan dibuktikan dari sebuah kebenaran fakta.
Setelah melihat penjelasan dari ketiga kebenaran tersebut yang akan diperbandingkan dari ketiga tersebut adalah Esensi (hati nurani)          Rasio (logika)         Empiris (penalaran). Ketiga kebenaran tersebut diperbandingkan lewat beberapa contoh sebagai berikut:



“Kalau lapar, makan” (Kebenaran praktis)
“Supaya badan sehat, makanlah makanan yang sehat dan bergizi” (Kebenaran Ilmiah)
“Makanlah makanan yang sehat, bergizi dan halal (tidak hasil mencuri dan merampok” (Kebenaran esensi)

Penjelasan
1.      “Kalau lapar, makan”. Terserah mau makan apa, yang penting makan. Inilah contoh kebenaran praktis yang diperoleh dengan sangat mudah karena hanya mengandalkan pengalaman panca indera dan tidak melalui aktivias berpikir mendalam dan menyeluruh dan tidak memikirkan norma-norma yang ada. Tapi ini merupakan sebuah kebenaran yang paling rendah tingkatannya.
2.      “Supaya badan sehat, makanlah makanan yang sehat dan bergizi.” Ini adalah  contoh kebanaran ilmiah yang diperoleh dengan adanya aktivitas berpikir dan penelitian. Contoh :  Memakan makanan yang bergizi akan membuat badan menjadi sehat. Untuk mendapat kebenaran itu, sebelumnya telah dilakukan penelitian ilmiah. Disini sudah mengandalkan kebenaran menurut logika, yaitu makanan yang bergizi akan membuat badan sehat, makanan yang tidak bergizi akan membuat badan sakit, jadi dianjurkan memakan makanan yang bergizi.
3.      “Makanlah makanan yang sehat, bergizi dan halal (tidak hasil mencuri dan merampok” inilah yang disebut dengan kebenaran esensi yang diperoleh oleh hati. Secara praktis, kalau lapar, hanya  disuruh makan, secara ilmiah kalau lapar, kalau sedang lapar disuruh makan makanan yang sehat dan bergizi, sedangkan secara esensi, kalau lapar disuruh makan makanan yang baik dan halal. Disini tampak jelas bahwa tingkatan kebenaran esensi adalah kebenaran yang paling tinggi, karena selain mengandalkan logika, memikirkan kebaikan diri sendiri, juga memikirkan kebaikan orang lain.
Contoh ke 2
Kebiasaan individu disaat ujian. Menyontek adalah kebiasaan yang sering kali kita lakukan baik dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Kebiasaan mencontek dalam ujian sering dilakukan dengan harapan nilai yang diperoleh nantinya maksimal tanpa perlu dengan giat. Bila kebiasaan nyontek disaat ujian terus dilakukan, maka akan membuat orang tersebut enggan belajar bergiat. Mereka cenderung berpikir hal-hal praktis saja, mereka tidak berpikir bagaimana cara yang seharusnya untuk memperoleh nilai bagus.
Hal ini akan mempengaruhi kualitas khidupan siswa kedepannya. Seseorang yang terbiasa menyontek akan menjadi orang berpikir secara kebenaran praktis. Dimana nantinya seseorang itu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatakan sesuatu hal. Mereka akan terbiasa dengacn cara-cara yang singkat, yang dapat dilakukan dan berguna/memberikan hasil yang memuaskan bagi dirinya sendiri tanpa bersusah payah dan tanpa memperdulikan akibatnya pada dirinya sendiri dan orang lain.

2.      Jelaskan hubungan ketiga jenjang kebenaran tersebut dengan kehidupan umat manusia dan berikan contohnya?
Secara historis kebenaran esensi merupakan induk dari semua kebenaran dalam perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka kebenaran esensi menjadi tumpuan untuk menjawabnya, kebenaran esensi memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut, sementara kebenaran ilmu terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal, proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian kebenaran praktis, oleh karena itu kebenaran ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara kebenaran esensi dengan kebenaran ilmu, sehingga kebenaran ilmu tidak menganggap rendah pada kebenaran esensi, dan kebenaran esensi tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal. Dari ketiga penjelasan hubungan tersebut dapat diilustrasikan sebuah contoh untuk member penjelasan dari ketiga kebenaran ilmiah tersebut:
Contoh kebenaran esensi:
Seseorang mengatakan, “Wah lagi hujan nih!”. Perkataan bisa jadi benar, jika perkataan itu berhubungan dengan realitasnya. Tapi terkadang maksud perkataan lebih kepada sindiran, godaan atau yang bersifat menyesatkan. Sehingga secara semantik, pernyataan ini dapat menjadi benar atau salah
Atau
Jika seseorang mengatakan bahwa, “IPB berada di kota Bogor,” maka pernyataan tersebut adalah benar, sebab pernyataan itu dengan objek yang bersifat faktual yakni Bogor, memang kota dimana IPB berada. Apabila ada orang lain yang menyatakan bahwa “IPB berada di kota Medan,” maka pernyataan itu adalah tidak benar, sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut.
Contoh kebenaran ilmuwan
Lilin akan mencair jika dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih”. Bagi kaum empiris yang menganut kebenaran sebagai persesuaian, untuk mengetahui kebenaran pernyataan ini, perlu diadakan percobaan dengan memasukkkan lilin ke dalam air yang sedang mendidih, untuk mengetahui apakah pernyataan itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Bagi kaum rasionalis, yang menganut kebenaran sesuai keteguhan, untuk mengetahui kebenaran pernyataan itu, kita cukup mengecek apakah pernyataan ini sejalan dengan pernyataan lainnya. Apakah pernyataan ini meneguhkan pernyataan lainnya. Ternyata, pernyataan itu benar karena lilin terbuat dari bahan parafin, dan parafin selalu mencair pada suhu 60 derajat Celcius. Karena arti “mendidih” ada pada suhu 100 derajat Celcius, maka dengan sendirinya lilin akan mencair jika dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih. “Lilin mendidih jika dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih” adalah pernyataan yang benar tanpa perlu dirujuk pada realitas.
Contoh kebenaran praktis
1.      Kemacetan jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang ditumpangi oleh satu orang. Maka penyelesaiannya “Mewajibkan jalan pribadi ditumpangi oleh tiga orang atau lebih”. Ide tadi benar apabila ide tersebut berguna dan berhasil memecahkan persoalan kemacetan.
2.       Ada orang yang menyatakan sebuah teori A dalam komunikasi, dan dengan teori A tersebut dikembangkan teknik B dalam meningkatkan efektivitas komunikasi, maka teori A itu dianggap benar, sebab teori A ini adalah fungsional atau mempunyai kegunaan.


0 komentar:

Posting Komentar