1. Pendahuluan
Pada
hari ini (10 Zulhijjah 1436 H waktu Indonesia) kurang lebih 1.403.000 umat
Islam sedang berada di Arafah (kira-kira pukul 03.30 waktu saudi), dan
seterusnya akan menuju Muzdalifah, mempersiapkan kerikil-kerikil untuk melempar
setan-setan pada esok harinya di Mina (11, 12 dan 13 Zulhijjah) sebagai bagian
dari rangkaian ritual ibadah Haji. Dari 1.403.000 itu, kurang lebih 168.800
orang yang berasal dari tanah air Repuplik Indonesia[1].
Pada
sisi lain kurang lebih 1,9 Miliyar juta jiwa di semua penjuru dunia ini sedang
mengagungkan asma’-asma’ Allah, seraya bertakbir, tasbih dan tahmid. Semua itu dalam rangka mengagungkan Hari Raya Idul Adha Tahun ini 1436 H.
mengagungkan asma’-asma’ Allah, seraya bertakbir, tasbih dan tahmid. Semua itu dalam rangka mengagungkan Hari Raya Idul Adha Tahun ini 1436 H.
Disamping itu kita juga
teringat kembali pada kenangan sekitar 4000 tahun yang lalu yaitu mengenang
perjalanan Nabi Ibrahim. istrinya Siti Hajar, dan putra kesayangannya Nabi
Ismail. Disaat mereka berjalan kaki sejauh lebih dari 2000 km – kira-kira
sejauh Banda Aceh Palembang – dari negeri Syam – yang sekarang menjadi Syria,
Palestina, Jordania dan Lebanon – menuju jazirah tandus – yang oleh Al Qur’an
disebut sebagai lembah yang tak ditumbuhi tanaman apapun. Secara logika sangat
tidak mungkin seseorang mau berpindah ke daerah itu, yang tidak ada tanda-tanda
kehidupan kalau tidak dilandasi oleh iman yang kuat kepada Allah SWT.
Bayangkanlah bagaimana
mereka memulai sebuah kehidupan baru tanpa siapa-siapa dan tanpa apa-apa.
Bayangkanlah bagaimana mereka membangun ka’bah dan memulai peradaban baru.
Bayangkanlah bagaimana Ka’bah pada mulanya hanya ditawafi 3 manusia agung itu,
kini setiap saat, nonstop ditawafi ribuan manusia dari seluruh pelosok dunia,
Bayangkanlah bagaimana jazirah yang tandus tak berpohon itu dihuni oleh hanya
mereka bertiga dan kini berubah menjadi salah satu kawasan paling kaya dan
makmur di muka bumi, persis seperti doa Ibrahim:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آَمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ
Artinya : Dan ingatlah tatkala Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan berilah rezeki kepada penduduknya berupa buah-buahan yang banyak..(QS. Al Baqarah: 126) .
Bayangkanlah bagaimana
Nabi Ibrahim bermunajat agar lembah itu diberkahi dengan menurunkan seorang
nabi yang melanjutkan pesan samawinya, dan kelak Nabi Muhammad saw menutup mata
rantai kenabian di lembah itu, lalu kini – 1500 tahun kemudian – agama itu diikuti
sekitar 1,6 sampai 1,9 milyar manusia muslim, (bahkan penelitian di Amerika
Serikat memprediksi tahun 2070 penganut agama Islam akan sama jumlahnya dengan
penganut agama Kristen, dan pada tahun 2100 penganut agama islam akan menjadi
35%, Kristen 34% , agama lainnya 31% dari jumlah populasi dunia)[2] .
Hal ini persis seperti doa Nabi Ibrahim As.:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya :Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Baqarah 129).
2. Nikmat-nikmat Allah
Allah telah memberikan
nikmat yang sangat besar dan banyak kepada kita sehingga kalau tanpa adanya
nikmat tersebut, kita tidak dapat hidup di dunia ini, contoh : air, udara,
tanah, tanam-tanaman, batu-batuan dll. Tidak ada yang mampu di dunia ini
menciptakan air, udara maupun tumbuh-tumbuhan selain Allah SWT.
Menggambarkan betapa
banyaknya nikmat yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita, jangankan untuk
membayar, menghitungnya saja kita tidak akan mampu. Allah berfirman :
Artinya : Dan Dia telah
memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.
Dan jika kamu menghitung ni’mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni’mat Allah). (QS : Ibrahim : 34)
Untuk memudahkan pemahaman maka Khatib
membagi nikmat itu kepada dua kategori :
1.
Nikmat yang berupa materil/ benda,
Contohnya, harta yang melimpah, anak-anak yang soleh, uang yang banyak, mobil mewah dan rumah yang indah dan lain sebagainya. Kebanyakan manusia memandang nikmat itu hanya sekedar
berupa benda seperti di atas, sehingga apabila ia tidak mendapat atau emiliki harta, uang, kendaraan dan sebagainya ia menganggap ia tidak mendapat nikmat dari Allah
swt. Tentu ini sangat picik dan cenderung berpikir secara sempit dan primitif.
2.
Nikmat yang berupa non materil
Nikmat non
materil yang paling mahal adalah iman dan islam. Selanjutnya, kesehatan, kebahagiaan, dsb. Betapa banyak orang yang rela habis-habisan demi kesehatan, akan
tetapi Alhamdulillah kita tak perlu mengeluarkan apa-apa dikarenakan kita
sehat, panca indera dan seluruh organ tubuh kita masih berfungsi. Mari kita
renungkan kalau sekiranya Allah mencabut nikmat pendengaran kita, saya yakin
kita akan rela menempuh usaha apa pun asal pendengaran kita pulih kembali walau
pun itu akan menghabiskan harta benda yang kita miliki, begitu juga dengan
pernafasan coba bayangkan kalau sekiranya Allah meminta bayar atas setiap udara
yang kita hirup, berapa banyak yang harus kita bayar?? Tentu kita tak akan
mampu. Maka dengan begitu kalau kita pikir sejenak
dan kita renungkan sesaat sungguh nyatalah bahwa nikmat yang ini jauh lebih
mahal dari pada nikmat yang berupa materil. Oleh karenanya tidak ada lagi
alasan kita mengatakan bahwa kita tidak mendapat apa-apa dari Allah Swt.
Kaum muslimin rahimakumulloh…
3. Bagaimana Cara Mensyukuri Nikmat-nikmat Allah?
Sebagai
orang yang menerima nikmat secara gratis lantas apa yang harus kita perbuat??
Jawabnya adalah tidak lain dari bersyukur, hanya bersyukurlah yang bisa kita
lakukan, akan tetapi pada kenyataannya sungguh sangat sedikit orang yang
bersyukur.
Apa itu bersykur? Dan bagaimana caranya??. Bersyukur bukanlah sekedar dimulut akan tetapi bersyukur haruslah dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan.
Apa itu bersykur? Dan bagaimana caranya??. Bersyukur bukanlah sekedar dimulut akan tetapi bersyukur haruslah dibuktikan dengan tindakan dan perbuatan.
Prof. Dr. H. Quraish Shihab, MA mengatakan kata
syukur ini berasal dari kata
“syakara” yang berarti “membuka”,
sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti menutup
atau melupakan nikmat yang diberikan oleh Allah swt. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa bersyukur
adalah menempatkan suatu pemberian sesuai dengan kehendak si pemberi. Sebagai
contoh, jika ada seorang ayah memberikan sebuah sepeda motor
kepada anaknya dengan tujuan agar anaknya rajin sekolah dan tidak terlambat
lagi, akan tetapi pada kenyataannya sepeda motor tersebut oleh anaknya
dijadikan sebagai alat untuk melalak
dan hura-hura. Maka anak itu bisa
dikatakan anak yang tidak mensyukuri sepeda motor yang diberikan oleh ayahnya
kepadanya.
Oleh Karena itu, kita telah
diberi oleh Allah nikmat yang banyak, maka supaya kita dinamakan orang-orang
yang bersyukur maka kita harus menempatkan seluruh nikmat yang diberikan oleh
Allah tersebut kepada hal-hal yang dicintai oleh Allah (Pemberi).
Saudaraku yang mulia..
Pada kesempatan ini, di
tahun yang mulia ini, bulan zulhijjah, idul Adha, paling tidak ada dua momentum
yang harusnya kita gunakan untuk membuktikan kesyukuran kita kepada Allah SWT.
Pertama, Ibadah
Haji.
Melaksanakan haji hukumnya
wajib bagi yang mampu. Jika ada orang yang mampu secara fisik dan finansial tapi tidak mau melaksanakan ibadah haji, maka bisa
dikatakan sebagai orang yang menutup (kufur) nikmat. Ilbadah haji merupakan manifestasi kesyukuran sekaligus ketaqwaan seseorang kepada Tuhannya
(Allah Swt).
Kalau diperhatikan secara serius, ibadah haji adalah
ibadah yang sangat luar biasa, ia mencakup ibadah hati, ibadah fisik, ibadah harta
dan ibadah social. Dalam haji hati dilatih dengan hal-hal yang baik-baik,
seperti dilarang mencela, menghina, berjidal
(bertengkar), dll.
Dalam
berhaji yang paling utama tentu niat, karena niat dapat mengakibatkan hajinya mabrur atau mardud. Selain itu ibadah haji adalah ibadah yang menguras tenaga, mulai
dari wukuf di arafah, bermalam di Muzdalifah, di Mina, melotar jamarot,
tawaf, sa’i dan lain-lain. Maka sebab itu, ibadah haji juga
disebut dengan ibadah fisik.
Seterusnya ibadah haji juga disebut
dengan ibadah harta.
Hal ini sangat
jelas, tidak semua orang bisa naik haji
dikarenakan biayanya yang sangat tinggi dibanding ibadah lainnya. Untuk tahun
2015 ongkos naik haji (ONH) mencapai Rp33,9 juta[3] belum lagi termasuk biaya-biaya lain, seperti belanja-belanja
taktis sehari-hari dan belanja keluarga
yang ditinggalkan. Kemudian ibadah haji merupakan ibadah sosial, dikarenakan disana dilatih hidup berdampingan,
tingginya toleransi, kesamaan hak dan status, saling peduli satu sama lain, adanya bayar dam jika
melanggar larangan dalam haji.
Berdasarkan
perjuangannya yang tidak mudah, maka wajar Allah Swt berjanji akan memberi ganjaran
yang sangat luar biasa bagi orang yang melaksanakan haji mabrur, salah satunya
: adalah surga. Bahkan dalam riwayat lain haji disebut juga dengan jihad bagi
perempuan.
Oleh
karena itu saudara-saudara, tidak ada yang mampu melaksanakan haji kecuali
orang-orang yang bersyukur.
Kedua, Ibadah
Qurban.
Bagi orang
yang tidak melaksanakan haji pada tahun ini, maka dia diperintahkan untuk
berkurban sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt. [4]
Disini kita
tidak memperdebatkan hukum berkurban apakah wajib atau sunat muakkadah. Akan
tetapi esensinya adalah ibadah qurban adalah perintah Rasulullah SAW. Bahkan
dalam satu riwayat Rasulullah ‘mengancam’ orang yang tidak berkurban padahal
dia mampu jangan sesekali mendekati masjid. Kalau kita renungkan betapa
dahsyatnya ibadah qurban itu.
Berkurban adalah memotong hewan
kurban (unta, sapi/lembu, kerbau, kambing/domba/kibas) kemudian dagingnya
dibagi-bagikan kepada pakir miskin dan jiren tetangga. Ibadah berkurban secara
sekilas sangat mudah dilakukan oleh orang-orang kaya dan sulit dilaksanakan
oleh orang-orang miskin, akan tetapi pada kenyataannya tidak seperti itu,
betapa banyak orang yang kaya tapi tak ‘mampu’ berkurban.
Mereka mampu membeli rumah dengan
puluhan bahkan ratusan juta tapi tidak mampu (tepatnya tidak mau) melaksanakan
kurban, berapa banyak orang yang mampu mengkredit kendaraan dengan ratusan ribu
bahkan jutaan per bulannya akan tetapi tidak berkurban. Mereka mampu
membeli gadget seharga jutaan dengan cash tapi tidak melaksanakan qurba. Sebaliknya,
berapa banyak orang yang berpenghasilan biasa saja tapi mampu melaksanakan
kurban. Maka dari itu jelaslah kalau kita tidak melaksanakan qurban, ternyata
kita ini belumlah dapat dikatakan sebagai orang-orang yang bersyukur terhadap
nikmat –nikamat Allah Swt.
Paling tidak ada dua hal yang
melandasi kenapa seseorang itu mampu berkurban, yaitu:
1. Keimanan
Keimanan yang kita miliki akan
sangat mempengaruhi pengamalan ibadah kita, begitu juga ibadah berkurban yang
paling mempengaruhinya adalah kadar keimanan yang kita miliki. Keimanan yang
kuat akan menimbulkan niat yang kuat pula. Maka oleh karena itu biasanya
kebenaran iman seseorang diikuti dengan perbuatan. Allah sering
menggandengankan kata aamanu dan wa amilus sholihat
2. Kemampuan
Faktor yang mempengaruhi seseorang
melakukan ibadah berkurban adalah kemampuan secara finansial.
Berdasarkan hal di atas bahwa orang
yang mampu melaksanakan ibadah kurban berarti dua syarat di atas telah
terpenuhi. Begitu juga sebaliknya orang yang belum melaksanakan kurban berarti
dua hal di atas belum dimiliki secara utuh, baik itu keimanan atau kemampuan.
Sekarang mari kita menanyakan kepada diri kita manakah dari dua syarat di atas
yang belum kita miliki?, Apakah dikarenakan keimanan?, Atau dikarenakan kita
belum mampu?. Hanya kita yang tahu jawabannya.
Bapak-bapak,
Ibu-Ibu, Saudara-saudara jama’ah sholat Idul Adha yang dimuliakan Allah.
3.
Penutup
Akhirnya khatib mengajak kita semua
marilah kita pergunakan sisa-sisa umur kita ini dalam rangka mengabdi kepada
Allah salah satunya dengan mensyukuri ni’mat-ni’mat-Nya yang sedang kita
rasakan ini. Berbahagialah orang yang mampu melaksanakan ibadah haji dan kurban
pada tahun ini, semoga apa yang kita kurbankan dan seluruh ibadah kita diterima
oleh Allah Swt, amin.. kemudian untuk kita yang belum mampu melaksanakan Ibadah
haji maupun kurban pada tahun ini mari kita tekadkan niat agar tahun depan kita
mampu melakasanakannya. Allah berfirman :
Artinya : “ Siapa-siapa yang bersungguh-sungguh di
jalan Kami niscaya akan kami mudah kan jalannya”
Dan yang
perlu kita ingat wahai saudara-saudaraku bahwa kita tidak akan menjadi miskin
jika kita belanjakan harta kita ke jalan yang Allah ridhoi (Haji dan Kurban).
Bahkan Allah menjamin akan menggantinya dengan yang lebih baik. Maka itu sebabnya,
orang yang baru pulang haji biasanya bertambah kaya dari sebelumnya. Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Perumpamaan
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas lagi
Maha Mengetahui” (Al
Baqarah : 261)
Pada ayat yang lain Allah berfirman :
“dan jika
kamu bersyukur niscaya akan Aku tambahi, dan jika kamu kufur sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih.” QS: Ibrahim (14) ayat 7).
Wallohu a’lam.
*Khatib adalah salah satu Guru Agama
Islam pada Sekolah Namira dan sekaligus Pelaksana Harian Sekretaris Yayasan
Fajar Diinul Islam Sekolah Namira.
Alumni Ponpes Musthafawiyah Purba Baru
(tamat 2005), Fakultas Tarbiyah IAIN-SU Medan (tamat 2010) dan sedang kuliah di
Program Pascasarjana Unimed.
Materi Khutbah ini bisa didownload di
website : www.catatanpendidik.web.id
[1] Baca : http://www.koran-sindo.com/read/1008272/149/ongkos-naik-haji-indonesia-makin-murah-1433308367
[2] Lihat : http://dunia.tempo.co/read/news/2015/04/05/116655429/4-sebab-islam-jadi-agama-terbesar-dunia-pada-2070
[3] Baca : http://www.koran-sindo.com/read/1008272/149/ongkos-naik-haji-indonesia-makin-murah-1433308367
[4] Lihat : Surah Al Kautsar ayat 1-2
0 komentar:
Posting Komentar